Oemah Jamur

Oemah Jamur
Inovasi Budidaya Jamur Tiram Putih

Bisnis UKM

Bisnis UKM
Informasi Peluang Bisnis UKM di Indonesia

Pengusaha Muslim

Pengusaha Muslim
Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Pertanian Indonesia

Pertanian Indonesia
Informasi Seputar Pertanian Indonesia dapat didapatkan di Sini

Khaulah binti Tsa’labah, “Pengakuannya Didengar Alloh”

Minggu, 27 Desember 2009


Beliau adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa’labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang :t fasih dan pandai.

Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit, yang senantiasa menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh peperangan Rosululloh. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi’.

Khaulah bin Tsa’labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku!”

Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang untuk beberapa kemudian dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan :) perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Alloh terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, “ Tidak...jangan! Demi Alloh yang jiwa Khaulah berada ditangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Alloh dan Rosul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”

Untuk kemudian Khaulah keluar menemui Rosululloh, lalu dia menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi dalam urusan tersebut. Rosululloh bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut...aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”

Wanita mukminan ini mengulangi perkataannya dan menjelaskan kepada Rosululloh tentang apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun Rosululloh tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya.”

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit :y sedangakan dihatinya tersimpan kesedihan dan :f kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdoa, “Ya Alloh sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku.”

Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri dihadapan Rosululloh dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighghosah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Alloh Ta’ala. Ini menandakan kejernihan iman dan tauhid yang telah dipelajarinya dari Rosululloh.

Tiada henti-hentinnya wanita ini berdo’a sehingga suatu ketika Rosululloh pingsan sebagaimana beliau pingsan manakala menerima wahyu. Kemudian setelah Rosululloh sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Alloh telah menurunkan Al Qur’an tentang dirimu dan suamimu, kemudian Rosululloh membaca firman-Nya,

“Sesungguhnya Alloh telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Alloh. Dan Alloh mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Melihat,...sampai firman Alloh: “dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.” (Al-Mujadillah: 1-4)

Kemudian Rosululloh menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:
Nabi: “Perintahkan kepadanya (suami Khasa’) untuk memperdekakan seorang budak!”
Khaulah: “Ya Rosululloh dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.”
Nabi: “Jika demikian perintahkan padanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah: “Demi Alloh dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.”
Nabi: “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.”
Khaulah: “Demi Alloh ya Rosululloh dia tidak memilikinya.”
Nabi: “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah: “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rosululloh.”
Nabi: “Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaullah dengan anak pamanmu itu secara baik.”

Maka Khaulah pun melaksanakannya.

*************

Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam yang didalamnya mengandung banyak pelajaran. :t

Ummul Mukminin Aisyah berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Alloh yang Maha Luas Pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rosululloh, dia berbincang-bincang dengan Rosululloh, sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang mereka katakan, maka kemudian Alloh menurunkan ayat, “Sesungguhnya Alloh telah mendengar perkara wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Alloh...” (al-Mujadillah: 1)

Inilah wanita mukminah :L yang menghentikan Khalifah Umar bin Khatab pada saat perjalanan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau berkata, “Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di Pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, maka berlalulah hari demi hari sehingga Engkau memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Alloh perihal rakyatmu, ketauhilah barangsiapa yang takut akan siksa Alloh maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barang siapa yang takut mati maka dia akan takut kehilangan dan barang siapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap adzab Alloh.” Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khatab tidak tahan dan mengatakan kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia... tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Alloh mendengar perkataannya dari langit ketujuh, maka Umar berhak untuk mendengarkan pekataannya.”

Dalam riwayat lain Umar bin Khathab berkata, “Demi Alloh sendainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau menyelesaikan hal yang dikehendakinya, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian mendengarkan shalat kemudian kembali mendengarkan sehingga selesai keperluannya.”

Subhanalloh... :L


Dikutip dari majalah elfata hal. 41-42 edisi 01 volume 7 tahun 2007 :$

0 komentar:

Posting Komentar

 

2009 ·Hudamagazine by TNB