Dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia, baru sekitar 400 ribu yang memilih sebagai pengusaha, atau hanya sekitar 0,18% yang berani jadi pengusaha? Lainnya lebih memilih jadi karyawan atau pegawai negeri sipil alias PNS. Coba kalo ada pengumuman penerimaan PNS di departemen X, yang mendaftar bisa puluhan ribu, padahal yang diterima hanya beberapa ratus. Demikian juga, kalo ada lowongan pegawai di perusahaan Y, apalagi perusahaan itu bonafit, pasti yang menyetor berkas lamaran sampai berjibun. Tapi, kalo ada lowongan jadi pengusaha (emang pernah ada?), sepi-sepi aja tuh!
Padahal menurut tokoh pengusaha Indonesia, Ir. Ciputra, agar masalah kemiskinan dan pengangguran teratasi, setidaknya diperlukan 4 juta pengusaha baru dinegara kita. Ya, dengan munculnya para pengusaha, berarti lapangan kerja terbuka semakin lebar. Jika dari 4 juta pengusaha masing-masing membutuhkan 10 tenaga kerja saja, berarti akan ada 40 juta orang yang dipekerjakan. Pengangguran akan berkurang, dan kemiskinan pun bisa teratasi, Jadi, pengusaha adalah sebuah profesi yang sangat mulia, lho. So, jika saat ini baru ada sekitar 400 ribu pengusaha di Indonesia, berarti ada lowongan jadi pengusaha sebanyak 3,6 juta! Wah, banyak juga ya?! Ada yang tertantang?
Tapi, ngomong-ngomong, apa sih yang membuat orang Indonesia enggak berani melirik dunia yang satu ini? dari beberapa sumber yang dikumpulkan, kira-kira inilah biang keroknya.
1. Penjajahan selama 3,5 Abad
Pernah membaca buku-buku sejarah, atau novel-novel bersetting sejarah? disana kamu bakal menemukan, bahwa pada saat kita dijajah belanda, kasta alias derajat tertinggi yang bisa diraih oleh inlander, alias kaum pribumi adalah ketika dia menjadi ambtenaar alias pegawai pemerintahan Belanda. Sekaya apapun seorang inlander, kalo dia hanya berprofesi sebagai saudagar, maka dia akan dicap rendah. Sama dengan orang kebanyakan. Memang hal tersebut sengaja dilestarikan oleh penjajah yang nggak ingin kaum pribumi hidup makmur berkecukupan. So, orang-orang jaman itu, berlomba-lomba sekolah, bukan untuk jadi pengusaha, tetapi hanya pengin diterima sebagai abtenaar.
Nah, ternyata mental seperti itu, diwarisi turun temurun hingga zaman sekarang, tuh! Bahkan, ada pedagang yang sukses yang rela mengeluarkan berpuluh-puluh juta rupiyah buat menyogok aparat agar anak-anaknya bisa jadi PNS. Dia nggak merasa bangga dengan profesi sebagai pedagang, dan menginginkan anaknya bisa jadi 'priyayi' dengan statusnya sebagai PNS.
2. Sistem Pendidikan
Menurut Ir. Ciputra, pendidikan, apalagi di Indonesia juga cenderung membentuk orang untuk menjadi pekerja, bukan menjadi pengusaha. Menurut beliau, pendidikan kewirausahaan ternyata tidak didapat dibangku sekolah manapun, tetapi diperoleh dari kehidupan. Bahkan kita sering mengamati, justru orang-orang yang sukses jadi pengusaha, malah banyak yang sekolahnya nggak sukses-sukses amat. Misalnya Bill Gates, pendiri Microsoft Coorp yang juga salah satu orang terkaya di dunia, doski nggak menyelesaikan kuliahnya di Harvard University. Sementara orang yang nilainya selalu cemerlang, paling banter jadi dosen, pegawai sebuah peusahaan bonafit atau jadi ilmuan. So, pemikiran sebagian besar pelajar adalah sekolah yang baik, dapat nilai tinggi, dan setelah lulus, melamar kesana-kemari cari pekerjaan, ya jadi pengangguran intelektual. Duh, kesiaan deh Lu!
3. Nggak Berani Nanggung Resiko
Banyak orang takut bikin kesalahan, sehingga kita lebih senang tinggal di 'zona nyaman'. Mungkin kita sering dinasehati oleh beberapa orang dewasa, "Udahlah, nggak usah neko-neko... Yang penting kerja yang baik, dapat kerja terus menabung." Ini nih yang dituding oleh Purdi E. Chandra, bos Primagama sekaligus pendiri Entreprenuer University (EU) dalam situs resminya www.purdiechandra.net, sebagai biang kerok, bahkan bisa dibilang yang paling utama. Banyak dari kita yang ingi menjauh dari resiko, alias pingin yang aman-aman saja. Jadi pengusaha, konon resikonya lebih gede, karena kalo salah langkah, perusahaan bisa bangkrut dan modal kita melayang. Emangnya jadi pegawai enggak beresiko? Sebenarnya sama saja. Kalo berusahaan tempat kita bangkrut, kita juga kena PHK kan? bahkan, kalo semua orang berfikir harus jadi pencari kerja, nggak ada yang berani membuka lapangan kerja, negeri ini lama-lama akan hancur karena dipenuhi penganguran.
4. Nggak Punya Mimpi dan Tekad yang Besar
Mimpi besar bukan sembarang mimpi, lho. Jangan menertawakan mimpi ya, karena banyak orang besar bisa sukses karena mimpi. Bahkan untuk menjadi seorang pengusaha, mimpi besar itu termasuk modal yang sangat penting. Begitu juga pendapat Robert Kiyosaki, penulis yang terkenal dengan bukunya yang best seller “Rich Dad Poor Dad”. Tulis beliau, agar kita bisa menjadi pengusaha, maka kita harus punya mimpi, kudu punya tekad besar, dan punya kemampuan untuk belajar, dan punya kemampuan menggunakan dengan benar aset kita, alias modal baik otak, informasi, uang, sumber saya fisik da sebagainya, yang merupakan pemeberian Alloh Subhanallohu Ta’ala.
Coba deh, saat melihat sosok pengusaha sukses misalnya, atau ketika kita memasuki sebuah hotel megah, mall yang besar dan ramai, ladang pertanian yang subur, perkebunan yang luas, peternakan dengan sapi yang gemuk dan putih, bayangkan kalo semua itu adalah milik kita. Mimpi kali yee... tapi, dari mimpilah kita akan memulai ‘petualangan’ dahsyat kita. Yuk, bermimpi!
5. Tidak Terbiasa Bekerja Keras
Penah dengar lagu yang terkenal dari Koes Ploes ini? “Bukan lautan, hanya kolam susu. Kail dan Jala ikut menghidupimu. Tiada topan tiada badai kau temui. Ikan dan udang ikut menghampirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tempat tongkat dan kayu jadi tanaman.”
Waah, kita tuh, sebagai penduduk indonesia, memang sangat-sangat dimanjakan oleh alam. Lautan kita memberikan berbagai macam hasil yang bisa kita manfaatkan. Tanah kita pun sangat subur, tongkat ditancapkan pun bisa jadi tanaman. Itu mungkin yang membuat bangsa kita relatif ‘manja’, ya? Bandingkan dengan para penduduk eropa atau amerika utara yang setiap musim dingin kudu kedinginan. Toh, karena alam enggak terlalu besahabat, mereka justru tertantang untuk melakukan hal-hal besar. Para pengusaha mereka berlayar sampai ke Asia Tenggara untuk mencari rempah-rempah dan berdagang. Hasilnya, sekarang mereka menjadi negara-negara yang maju.
Sumber: majalah gizone edisi 18/th.2/Oktober 2010
0 komentar:
Posting Komentar